Mengenal (lebih dekat) “Al Jabbaar”
by abu zein
Kisah Satu
Al Jabbaar, adalah satu dari sembilan puluh sembilan (nama) Asmaul Husna yang dijadikan nama sebuah ‘paguyuban’ di Cianjur. Paguyuban Al Jabbaar ini didirikan sekitar tahun 1989-an, bertempat di Ponpes Bustanul Ma’arif Cianjur, dengan pendirinya (sekarang Haji) Dani “Syekh Al Ayuubi al Baghdadi” Abdul Mubarok.
Ponpes Bustanul Ma’arif Cianjur adalah salah satu ‘markas besar’ berkumpul dan bertemunya kalangan (santri) muda, baik santri ‘tetap’ (yang datang dari luar daerah), maupun santri ‘tidak tetap’, (yang kebanyakan pemuda/remaja yang tinggal di sekitar ponpes tersebut).
Di ponpes itu pula, saya pernah menimba ilmu agama Islam selama kurang lebih 2 tahun. (Almarhum) Kyai Hasan Basri (semoga Allah swt memberikan rahmat-Nya dan menempatkan beliau kedudukan yang mulia di sisi-Nya, serta memuliakan seluruh keluarga yang ditinggalkannya. Amien), adalah salah satu kyai yang pernah mendidik saya tentang ajaran agama Islam.
Al Jabbaar, sebagai sebuah ‘paguyuban’, saat itu sudah sangat dikenal di kalangan masyarakat sekitar ponpes tersebut, terutama di kalangan pemuda/remajanya. Padahal, ‘sang pendiri’ saat itu masih duduk di bangku sekolah kelas 1 MTs Cianjur (dengan segala kelebihan dan kemuliaan yang Allah swt berikan padanya). Dan, saat mengenal (nama) Al Jabbaar, saya juga masih duduk di bangku sekolah kelas 1 STM Al-‘Ianah (salah satu sekolah kejuruan swasta yang sangat ‘terkenal’ di Cianjur saat itu).
Pada tahun 1990-an, saya mulai bergabung dengan Al Jabbaar, yang selanjutnya mengenal secara dekat tentang (apa itu) Al Jabbaar (yang dulunya hanya mengenal lewat lisan orang). Sebagai seorang yang masih muda (remaja), bergabungnya saya dengan Al Jabbaar bukan tanpa alasan (motif). Salah satu motivasi saya bergabung dengan Al Jabbaar adalah ketertarikannya pada ilmu ‘hikmah’ yang diajarakan di Al Jabbaar pada saat itu.
Namun, ada yang menarik (daya tarik) perhatian saya setelah bergabung dengan Al Jabbaar, yakni adanya bangunan ‘perkawanan’ yang sangat kuat diantara pemuda/remaja yang bergabung (secara langsung) di Al Jabbaar dengan masyarakat (muda) sekitar ‘markas besar’-nya. Selain ikatan ‘perkawanan’ atas dasar Iman, ada pula ikatan yang dilandasi rasa sosial kemanusiaan (solidaritas sosial) yang mendalam.
Perwujudan solidaritas ini saya rasakan ketika terlibat dalam aktivasi berupa ‘ngeliwet’ bersama (masak bersama di alam terbuka dengan cara ‘patungan’), aktivasi cinta lingkungan (dengan turut berpartisipasi ‘napak tilas’ yang diselenggarakan Pemkab Cianjur), bersih-bersih kampung (kesadaran bersama menjaga kebersihan lingkungan), ‘ngariung’ bersama (ajang silaturrahim kaum muda), dan masih banyak lagi. Tapi yang paling berkesan pada diri saya adalah, setiap aktivasi yang kami lakukan, bisa dipastikan, di dalamnya diikuti dengan membahas atau mendiskusikan aktivasinya dalam pandangan agama (Islam).
Dari aktivasi inilah (sebenarnya), Al Jabbaar telah menanamkan nilai-nilai spiritual universal (sosial, ekonomi, dan pendidikan) yang mendalam (walaupun saat itu saya tidak berpikir sejauh itu). Apalagi begitu jauh keterlibatan Al Jabbaar dalam berpartisipasi aktif (secara kultural) turut mencegah perilaku menyimpang generasi muda/remaja saat itu, baik berupa pencegahan bahaya miras dan narkoba, premanisme dan sebagainya.
Saya masih ingat betul, pada saat itu (tahun 1990-1993 an di Cianjur dan sekitarnya) lagi semarak-semaraknya aksi-aksi asosial (asusila) di kalangan generasi muda/remaja. Banyak di kalangan generasi muda yang terjerumus pada penyalahgunaan miras dan narkoba, tindak kekerasan, serta seks bebas. Kondisi sosial itulah yang turut mewarnai perjalanan Al Jabbaar. Sebagaimana layaknya sebuah ‘lembaga pendidikan’, Al Jabbaar dalam melakukan aktivasinya pun disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat saat itu.
(bersambung .....)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar